Jakarta, Dengan perawatan paliatif, kualitas hidup pasien penyakit kronis apalagi yang sudah menginjak stadium terminal diharapkan bisa meningkat. Tentunya, dibutuhkan pula dukungan dari orang sekitar dan keluarga. Tapi nyatanya, perawatan paliatif juga bisa bermanfaat bagi keluarga ketika pasien meninggal dunia.
Perawat di Rumah Rachel, yayasan yang memberi asuhan paliatif bagi pasien khususnya yang kurang mampu, Rina Wahyuni, mengatakan saat mendapat perawatan paliatif, anak bisa lebih nyaman dalam menyampaikan unek-unek, bahkan keinginannya. Hal ini pun berpengaruh pada kondisi psikis keluarga, terutama orang tua.
"Dari keluarga yang kami dampingi, pasca anaknya meninggal orang tuanya stres itu ada. Tapi kebanyakan mereka bisa menerima meninggalnya si anak. Ibaratnya, dengan perawatan paliatif, ada persiapan mental yang dilakukan orang tua," tutur Rina usai Konferensi Pers 'Memasyarakatkan Asuhan Paliatif, Meningkatkan Kualitas Hidup Insan Indonesia' di Ocha Bella Resto, Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Hal itu menurut Rina terjadi karena sebelum meninggal, bisa saja harapan si anak tercapai. Dengan memenuhi keinginan anak pastinya orang tua tidak merasa bersalah. Begitu pun ketika ada pesan terakhir si anak, bisa disampaikan.
"Yang awalnya orang tua sibuk, tapi dalam memberikan perawatan paliatif mereka bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya, itu kan berarti sekali bagi si anak dan orang tua. Jadinya orang tua pun merasa sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya," lanjut Rina.
Dengan memberikan perawatan paliatif, orang tua juga tidak merasa bersalah telah melahirkan anak yang sakit hingga memutuskan melanjutkan pengobatan atau berhenti. Menurut Rina, intinya dengan mempererat dan menambah keterbukaan hubungan anak dan orang tua bisa bermanfaat bagi kondisi kejiwaan kedua belah pihak.
Dalam praktiknya, memang tak jarang ketika orang tua memutuskan memberi perawatan paliatif untuk anaknya dianggap orang di sekitar sebagai tipe orang tua yang seperti apa. Padahal, anggapan seperti itu bisa dihindari dengan mensosialisasikan perawatan paliatif pada masyarakat. Bagaimanapun, keputusan yang diambil oleh keluarga pastinya tak asal alias ada beberapa pertimbangan penting sebelumnya.
"Pastinya kan orang tua dari RS tempat si anak dirawat sudahdberi tahupenanganannya secara kuratif sudah tidak bisa dilakukan. Ada pertimbangan matang pastinya sehingga bagaimanapun, kita sebagai masyarakat harus mendukung perawatanpaliatif supaya kualitas hidup si pasien lebih baik lagi," pesanRina.
Perawat di Rumah Rachel, yayasan yang memberi asuhan paliatif bagi pasien khususnya yang kurang mampu, Rina Wahyuni, mengatakan saat mendapat perawatan paliatif, anak bisa lebih nyaman dalam menyampaikan unek-unek, bahkan keinginannya. Hal ini pun berpengaruh pada kondisi psikis keluarga, terutama orang tua.
"Dari keluarga yang kami dampingi, pasca anaknya meninggal orang tuanya stres itu ada. Tapi kebanyakan mereka bisa menerima meninggalnya si anak. Ibaratnya, dengan perawatan paliatif, ada persiapan mental yang dilakukan orang tua," tutur Rina usai Konferensi Pers 'Memasyarakatkan Asuhan Paliatif, Meningkatkan Kualitas Hidup Insan Indonesia' di Ocha Bella Resto, Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Hal itu menurut Rina terjadi karena sebelum meninggal, bisa saja harapan si anak tercapai. Dengan memenuhi keinginan anak pastinya orang tua tidak merasa bersalah. Begitu pun ketika ada pesan terakhir si anak, bisa disampaikan.
"Yang awalnya orang tua sibuk, tapi dalam memberikan perawatan paliatif mereka bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya, itu kan berarti sekali bagi si anak dan orang tua. Jadinya orang tua pun merasa sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya," lanjut Rina.
Dengan memberikan perawatan paliatif, orang tua juga tidak merasa bersalah telah melahirkan anak yang sakit hingga memutuskan melanjutkan pengobatan atau berhenti. Menurut Rina, intinya dengan mempererat dan menambah keterbukaan hubungan anak dan orang tua bisa bermanfaat bagi kondisi kejiwaan kedua belah pihak.
Dalam praktiknya, memang tak jarang ketika orang tua memutuskan memberi perawatan paliatif untuk anaknya dianggap orang di sekitar sebagai tipe orang tua yang seperti apa. Padahal, anggapan seperti itu bisa dihindari dengan mensosialisasikan perawatan paliatif pada masyarakat. Bagaimanapun, keputusan yang diambil oleh keluarga pastinya tak asal alias ada beberapa pertimbangan penting sebelumnya.
"Pastinya kan orang tua dari RS tempat si anak dirawat sudahdberi tahupenanganannya secara kuratif sudah tidak bisa dilakukan. Ada pertimbangan matang pastinya sehingga bagaimanapun, kita sebagai masyarakat harus mendukung perawatanpaliatif supaya kualitas hidup si pasien lebih baik lagi," pesanRina.
0 Response to "Perawatan Paliatif Juga Bermanfaat untuk Kondisi Mental Keluarga Pasien"
Posting Komentar